Pages

Sabtu, 12 Maret 2011

Detik-detik terakhir kehidupan Fatimah Az-Zahra as

Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad



Hari ini Fatimah as tampak dalam keadaan terbaik yang seharusnya setiap wanita seperti itu. Fatimah as memegang Hasan as dan Husein as dan membasuh kepala mereka.

  Lalu ia bertemu Imam Ali as dan berkata:“Hai Abu Hasan, jiwaku telah membisikiku bahwa tak lama lagi aku akan berpisah denganmu,Aku mempunyai wasiat yang telah kupendam dalam dadaku yang ingin aku wasiatkan padamu”

Ali as menjawab: “Wasiatkanlah apa saja yang kau sukai, niscaya kau dapati aku sebagai orang yang menepati dan melaksanakan semua yang kau perintahkan padaku,Dan aku dahulukan urusanmu atas urusanku” 

Fatimah as mulai berkata: “Abu Hasan,engkau tidak pernah mendapatiku berdusta dan berkhianat,Dan aku tidak pernah menentangmu sejak engkau menikah denganku”
 
Ali as menjawab: “Aku berlindung kepada Allah, engkau orang yang paling baik disisi Allah, paling ‘alim dan paling takwa,Tidak wahai Fatimah, engkau begitu mulia dan tidak pernah membantahku,Sungguh berat bagiku berpisah dan meninggalkanmu,Tetapi ini adalah hal yang harus terjadi”.“Demi Allah engkau mengulangi musibah Rasulullah saww atasku,Sungguh besar musibah kematianmu dan kepergian atasku,Kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali,Atas musibah yang sangat besar, sangat menyakitkan dan sangat menyedihkan”.

Kemudian Ali as mengusap kepala Fatimah sambil menangis.

Lalu Fatimah melanjutkan wasiatnya: “Abu Hasan, jika aku telah meninggal,Mandikanlah aku, hunuthlah tubuhku dengan sisa hunuth yang telah dipakai oleh ayahku Rasulullah saww, lalu kafanilah aku,Shalatilah aku dan jangan biarkan orang-orang yang memperlakukan aku secara kejam menghadiri jenazahku,Baik dari kalangan mereka maupun dari pengikut mereka”.

Kemudian Fatimah meneruskan: “Kuburlah aku diwaktu malam saat keheningan menyelimuti bumi dan mata terlelap dalam tidur,Dan sembunyikanlah letak kuburanku”. “Abu Hasan, aku berwasiat kepadamu agar menjaga Zainab, juga Hasan as dan Husien as,Jangan kau bentak mereka,Karena mereka akan menjadi anak-anak yatim yang penuh derita,Baru saja kemarin mereka ditinggal oleh kakek mereka Rasulullah saw,Dan hari ini mereka akan kehilangan ibu mereka, Fatimah as”.

Kemudian Imam as keluar menuju mesjid. Fatimah as berdiri dan memandikan Hasan as dan Husein as,Ia mengganti pakaian Hasan as dan Husein as setelah menyiapkan makanan bagi mereka. 

Fatimah as berkata kepada mereka: “Keluarlah kalian dan pergilah ke Mesjid”  

Sebagaimana biasa, Fatimah as menitipkan Zainab kerumah ummu Salamah.Hingga tak seorangpun dari anaknya yang ada dirumah. 

Asma’ binti Umais berkata bahwa ia melihat Fatimah as dan ia berkata kepadaku:“Wahai Asma’, aku akan masuk kedalam kamarku ini untuk mengerjakan shalat-shalat sunahku,Dan membaca wirid-wiridku dan Al-Quran”.“Bila suaraku terhenti, maka panggillah aku bila aku masih bisa menjawab,Kalau tidak, berarti aku telah menyusul ayahku Rasulullah saww”.

Asma’ berkata: “ Lalu, Fatimah as masuk ke dalam kamar”. Tatkala aku sedang asyik mendengar suaranya yang membaca Al-Qur’an,tiba-tiba suara Fatimah as berhenti. Aku memanggilnya: “Ya Zahra… ia tak menjawab, hai ibunya Hasan…iapun tak menjawab, Aku masuk kekamar dan Fatimah as telah terbentang kaku menghadap kiblat,Sambil meletakkan telapak tangannya dibawah pipi kanannya. Fatimah as menemui ajalnya dalam keadaan dianiaya, syahid dan sabar. 

Asma’ berkata: “Aku menciuminya dan berkata kepadanya: “Wahai Tuanku/Pemimpinku”,“Sampaikan salamku kepada Ayahmu Rasulullah saw”.

Saat aku dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.Hasan as dan Husein as yang masih kanak-kanak itu, pulang dari Masjid. 
Saat mereka masuk, Husein as yang pertama kali bertanya kepadaku:“Asma’, dimana ibu kami Fatimah as ?” 

Aku menjawab: “Kedua pemimpinku, ibu kalian sedang tidur” 

Husein as berkata: “Apa yang membuat ibu kami tertidur disaat ini , saat waktu shalatnya?Tidak biasanya ia tertidur disaat ini”. 

Aku berkata: “Wahai Dua Pemimpinku, duduklah hingga aku bawakan makanan untuk kalian”. 

Asma’ berkata: “Aku letakkan makanan dihadapan Hasan as dan Husein as”.Mereka memanggut-manggut, kepala mereka kearah bawah.“Sekarang… ini makanannya, duhai Hasan, Cahaya Mata, duhai Husein as”. 

Husein as berkata: “Wahai Asma’, sejak kapan kami makan tanpa ditemani ibu kami Fatimah as?Setiap hari kami makan bersama Ibu kami Fatimah as, mengapa hari ini tidak?”  

Perasaan Husein as tidak enak, ia berlari kekamar…Kemudian ia duduk didepan kepala Fatimah as dan menciuminya, Lalu berkata: “Oh ibu, berbicaralah kepadaku, aku putra tercintamu…Husein,Ibu…, berbicaralah padaku sebelum rohku keluar dari badanku”. 

Husein berteriak: “Hai Hasan as…, semoga Allah melipat gandakan pahala padamu atas kematian Ibu kita Fatimah as”. 

Imam Hasan as datang dan merangkul Ibunya dan menciuminya 

Asma’ berkata: “Aku masuk kamar… Demi Allah, Husein as telah merobek-robek hatiku”.
Aku melihatnya menciumi kaki ibunya Fatimah as
 Dan dia berkata: “Ibu…, Berbicaralah padaku sebelum jiwa berpisah dari badanku”. 

Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun


Sekilas tentang Fathimah az-Zahra as


     Sudah masyhur di kalangan kita, ucapan sang Khatamul Anbiya, Muhammad saww tentang sosok wanita yang memainkan peranan penting dalam keberlangsungan risalah:“Fathimah adalah wanita surga termulia”. Di lain waktu, Rasulullah saww bersabda:“Hai Ali, Fathimah adalah bagian dari diriku, cahaya mataku dan buah hatiku. Siapa yang membuatnya marah, berarti membuatku marah dan siapa yang membuatnya gembira, berarti membuatku gembira”.

     Ya, Fathimah az-Zahra as adalah sosok wanita paling mulia yang pernah hidup di muka bumi. Beliau lahir di dalam rumah suci nubuwwah dan tumbuh besar dalam lingkaran wahyu. Beliau yang saat kecil tidak gemar permainan anak-anak, bahkan ketika bermain lebih banyak berzikir kepada Allah swt. Beliau juga yang menyaksikan bagaimana perlakuan musyrikin Mekkah terhadap ayah tercintanya. Dan beliau pulalah yang dengan bahasa lembut kekanakannya dan air mata bercucuran, mencoba menghibur dan meringankan derita sang ayah.

     Babak-babak kehidupan az-Zahra as tidak pernah lepas dari episode penting perjalanan Islam. Di antaranya, ketika Rasulullah menantang para pendeta Bani Najran, yang berkeras dan tidak mau mengakui kebenaran Islam, untuk bermubahalah hanya Fathimah as yang mewakili wanita keluarga Nabi yang hadir dalam peristiwa bersejarah itu. Nabi sama sekali tidak mengajak istri-istrinya.

     Fathimah az-Zahra as telah sampai kepada tingkat ubudiyyah yang tinggi di mana manusia paling ‘abid (penghamba) selainnya hanyalah Rasulullah saww dan Imam Ali as. Ketika malam tiba, beliau selalu sibuk dan asyik memuja Allah swt di mihrabnya hingga fajar menjelang, sampai-sampai kakinya bengkak. Beliau pulalah yang beruntung dengan penyucian yang diberikan Allah seperti yang terekam di dalam ayat Thathhir. Imam Ali as sendiri, sang suami, ketika ditanya Rasulullah saww tentang az-Zahra, menggambarkannya sebagai penolong paling baik dalam ketaatan kepada Allah SWT. Imam Khomeini ra berkata: “Seandainya Fathimah as itu laki-laki, maka dia akan menjadi Nabi dan seandainya dia laki-laki, dia akan berada di posisi Rasulullah saww”.